Tidak banyak diantara kita yang tahu bahwa hari ini 25 November 2013
adalah Hari Guru Nasional 2013 dan Hari Ulang Tahun PGRI Ke-68. Tentu
ada sebuah harapan besar di hari ulang tahun guru ini. Harapan besar itu
adalah bersatunya para pendidik dalam satu wadah organisasi yang
bernama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI).
Suka atau tidak suka PGRI adalah salah satu organisasi pendidik terbesar yang diakui pemerintah, dan hari kelahiran PGRI kita peringati sebagai hari guru.
PB PGRI mengusung tema Hari Guru Nasional dan HUT PGRI ke 68 Tahun 2013 “Mewujudkan Guru yang Kreatif dan Inspiratif dengan Menegakkan Kode Etik untuk Penguatan Kurikulum 2013.” Hal ini dimaksudkan untuk menjawab berbagai persoalan dan tantangan.
Kalau kita cermati struktur penduduk kita pada tahun 2010, terdapat 46 juta anak usia 0 sampai 9 tahun dan 44 juta anak usia 10 sampai 19 tahun. Jadi, sekarang ini kalau kita ingin mempersiapkan generasi 2045, tidak ada pilihan lain kecuali harus memperkuat layanan, baik akses maupun kualitas pendidikan kita, mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pada tahun 2045, mereka akan berusia 35 sampai 44 tahun dan 45 sampai 55 tahun. Merekalah yang akan memimpin dan mengelola bangsa dan negara yang kita cintai ini. Mereka harus kita bekali dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan zamannya. Mereka harus memiliki kemampuan berpikir orde tinggi, kreatif, inovatif, berkepribadian mulia, dan cinta pada tanah air, serta bangga menjadi orang Indonesia, sebagaimana yang digagas dalam Kurikulum 2013.
Untuk itu, prinsip yang dikembangkan oleh kementrian pendidikan dan kebudayaan adalah memberikan layanan pendidikan sedini mungkin (start earlier) melalui gerakan PAUD, memberikan kesempatan bersekolah setinggi mungkin (stay longer) melalui pendidikan menengah universal (PMU), dan peluasan akses ke perguruan tinggi. Selain itu, pemerintah juga memperluas jangkauan dan menjangkau mereka yang tidak terjangkau (rich wider) melalui program bantuan siswa miskin (BSM), Bidikmisi, dan sarjana mendidik di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (SM3T).
Hal ini dimaksudkan agar anak-anak Indonesia di manapun berada dan apapun latar belakang sosial dan ekonominya dapat memperoleh layanan pendidikan setinggi mungkin.
Pendidikan tersebut harus terjangkau dan berkualitas. Guru dan tenaga kependidikan menjadi faktor penentunya sehingga ketersediaan dan profesionalitas guru harus ditingkatkan
Tema diatas adalah sebuah momentum yang tepat, disaat gunjang-ganjingnya permasalahan bangsa, guru menjadi tambatan hati untuk menjadi publik figure dalam membentuk kepribadian dan karakter bangsa. Peran guru dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia sungguh besar dan sangat menentukan.
Disaat banyak media mengeksploitasi kebejatan moral para petinggi bangsa, di saat masyarakat mendambakan sebuah aksi perubahan yang sering dikampanyekan oleh juragan politik, bagaimana posisi seorang guru? Sungguh sayang sekali, justru disaat kebutuhan akan guru sangat mendesak untuk menambal sulam yang pensiun. Kenyataanya kebutuhan akan profesi guru harus di moratorium juga, walau banyak teriakan hausnya sebuah pendidikan bermutu banyak dilontarkan oleh corong-corong daerah. Kondisi objektif ini masih belum menunjukkan harapan yang signifikan antara keberimbangan pangsa pasar (peserta didik) dengan SDM (kuota guru) yang ada.
Hari Guru Nasional dan HUT PGRI yang ke 68, tahun ini adalah usia yang cukup matang dan dewasa bagi sebuah organisasi. Seharusnya menjadi sebuah refleksi, renungan dan evaluasi bagi semua guru untuk membuka kembali lembar catatan dari banyak peristiwa, persoalan, tantangan, dan kendala yang telah dihadapi. Seberapa besar ponten yang dapat kita berikan untuk profesionalitas diri kita? Tentu, kita sendirilah yang bisa menjawabnya. Karena menjadi guru profesional bukanlah perkara gampang, maka perlu kesadaran dari diri kita juga yang harus memulainya untuk mengangkat citra profesi yang digugu dan ditiru. Citra guru yang baik akan mengangkat kualitas pendidikan itu sendiri. Dan pendidikan yang baik akan dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa.
Mudah-mudahan para guru selalu mampu memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara. “Tidak ada guru, tidak ada pendidikan, tidak ada pendidikan mustahil ada proses pembangunan”.
Hanya dengan sentuhan guru yang profesional, bermartabat, dan ditauladani, maka anak-anak bangsa akan menerima proses pembelajaran yang mendidik dan bermutu. Ada sebuah kalimat hikmah, “man yazra’ wa huwa yahsud”, artinya siapa yang menanam, dialah yang akan memanen. Jika kita menginginkan kebaikan bagi diri kita, maka mulailah dari diri kita untuk menebarkan kebaikan kepada orang lain. Dalam makna lain siapa yang menanam padi, dia akan memanen padi pula. Bahkan rumput pun akan tumbuh disekitar padi itu. Namun, siapa yang menanam rumput, jangan harap ada padi yang bisa tumbuh.
Suka atau tidak suka PGRI adalah salah satu organisasi pendidik terbesar yang diakui pemerintah, dan hari kelahiran PGRI kita peringati sebagai hari guru.
PB PGRI mengusung tema Hari Guru Nasional dan HUT PGRI ke 68 Tahun 2013 “Mewujudkan Guru yang Kreatif dan Inspiratif dengan Menegakkan Kode Etik untuk Penguatan Kurikulum 2013.” Hal ini dimaksudkan untuk menjawab berbagai persoalan dan tantangan.
Kalau kita cermati struktur penduduk kita pada tahun 2010, terdapat 46 juta anak usia 0 sampai 9 tahun dan 44 juta anak usia 10 sampai 19 tahun. Jadi, sekarang ini kalau kita ingin mempersiapkan generasi 2045, tidak ada pilihan lain kecuali harus memperkuat layanan, baik akses maupun kualitas pendidikan kita, mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD), pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pada tahun 2045, mereka akan berusia 35 sampai 44 tahun dan 45 sampai 55 tahun. Merekalah yang akan memimpin dan mengelola bangsa dan negara yang kita cintai ini. Mereka harus kita bekali dengan pengetahuan, keterampilan, dan sikap sesuai dengan zamannya. Mereka harus memiliki kemampuan berpikir orde tinggi, kreatif, inovatif, berkepribadian mulia, dan cinta pada tanah air, serta bangga menjadi orang Indonesia, sebagaimana yang digagas dalam Kurikulum 2013.
Untuk itu, prinsip yang dikembangkan oleh kementrian pendidikan dan kebudayaan adalah memberikan layanan pendidikan sedini mungkin (start earlier) melalui gerakan PAUD, memberikan kesempatan bersekolah setinggi mungkin (stay longer) melalui pendidikan menengah universal (PMU), dan peluasan akses ke perguruan tinggi. Selain itu, pemerintah juga memperluas jangkauan dan menjangkau mereka yang tidak terjangkau (rich wider) melalui program bantuan siswa miskin (BSM), Bidikmisi, dan sarjana mendidik di daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (SM3T).
Hal ini dimaksudkan agar anak-anak Indonesia di manapun berada dan apapun latar belakang sosial dan ekonominya dapat memperoleh layanan pendidikan setinggi mungkin.
Pendidikan tersebut harus terjangkau dan berkualitas. Guru dan tenaga kependidikan menjadi faktor penentunya sehingga ketersediaan dan profesionalitas guru harus ditingkatkan
Tema diatas adalah sebuah momentum yang tepat, disaat gunjang-ganjingnya permasalahan bangsa, guru menjadi tambatan hati untuk menjadi publik figure dalam membentuk kepribadian dan karakter bangsa. Peran guru dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia sungguh besar dan sangat menentukan.
Disaat banyak media mengeksploitasi kebejatan moral para petinggi bangsa, di saat masyarakat mendambakan sebuah aksi perubahan yang sering dikampanyekan oleh juragan politik, bagaimana posisi seorang guru? Sungguh sayang sekali, justru disaat kebutuhan akan guru sangat mendesak untuk menambal sulam yang pensiun. Kenyataanya kebutuhan akan profesi guru harus di moratorium juga, walau banyak teriakan hausnya sebuah pendidikan bermutu banyak dilontarkan oleh corong-corong daerah. Kondisi objektif ini masih belum menunjukkan harapan yang signifikan antara keberimbangan pangsa pasar (peserta didik) dengan SDM (kuota guru) yang ada.
Hari Guru Nasional dan HUT PGRI yang ke 68, tahun ini adalah usia yang cukup matang dan dewasa bagi sebuah organisasi. Seharusnya menjadi sebuah refleksi, renungan dan evaluasi bagi semua guru untuk membuka kembali lembar catatan dari banyak peristiwa, persoalan, tantangan, dan kendala yang telah dihadapi. Seberapa besar ponten yang dapat kita berikan untuk profesionalitas diri kita? Tentu, kita sendirilah yang bisa menjawabnya. Karena menjadi guru profesional bukanlah perkara gampang, maka perlu kesadaran dari diri kita juga yang harus memulainya untuk mengangkat citra profesi yang digugu dan ditiru. Citra guru yang baik akan mengangkat kualitas pendidikan itu sendiri. Dan pendidikan yang baik akan dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa.
Mudah-mudahan para guru selalu mampu memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara. “Tidak ada guru, tidak ada pendidikan, tidak ada pendidikan mustahil ada proses pembangunan”.
Hanya dengan sentuhan guru yang profesional, bermartabat, dan ditauladani, maka anak-anak bangsa akan menerima proses pembelajaran yang mendidik dan bermutu. Ada sebuah kalimat hikmah, “man yazra’ wa huwa yahsud”, artinya siapa yang menanam, dialah yang akan memanen. Jika kita menginginkan kebaikan bagi diri kita, maka mulailah dari diri kita untuk menebarkan kebaikan kepada orang lain. Dalam makna lain siapa yang menanam padi, dia akan memanen padi pula. Bahkan rumput pun akan tumbuh disekitar padi itu. Namun, siapa yang menanam rumput, jangan harap ada padi yang bisa tumbuh.
Oleh karena itu guru harus meningkatkan customer service bagi anak
didiknya. Karena jasa-jasa guru akan terpatri dan guru akan selalu hidup
dalam setiap kenangan dan langkah kehidupan anak didiknya, sebagaimana
sering dilantunkan peserta didik dalam lagu Hymne Guru. Akhir dari
tulisan ini, ada seuntai pesan kata bijak dari orang yang telah
melanglang buana menikmati indahnya profesi guru. Prof. Dr. A. Malik
Fadjar dalam tulisannya “Guru itu adalah cermin pendidikan, dan
pendidikan itu akan tercermin dari para guru”. Semoga menjadi spirit
buat para guru Indonesia dan direfleksikan dalam sisa perjalanan usia
kita. Selamat Hari Guru Nasional dan Sukses untuk kita semua.